Blog Ini merupakan sebuah...

Kamis, 29 Mei 2014

On 21.18 by Iyan Sofi Ansori in    No comments
Kesempatan Dan Perlakuan Yang Sama Dalam Pekerjaan di Indonesia

Pada Kesempatan ini saya akan sedikit membahas mengenai salah satu BAB dalam Undang-Undang tentang KetenagaKerjaan No.13 Tahun 2003. Yaitu mengenai BAB III tentang kesempatan dan perlakuan yang sama yang tertuang pada pasal 5 dan 6. Kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan atau dapa disebut pula dengan Equal Employment Opportunity (EEO) yang mencakup segala kebijakan termasuk pelaksanaannya yang bertujuan untuk penghapusan diskriminasi di dunia kerja baik iti secara langsung maupun tidak langsung. Diskriminasi langsung terjadi ketika seseorang diperlakukan tidak adil karena karakteristik gender atau karakteristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi.
Contoh diskriminasi langsung adalah :
a.       Menolak untuk mewawancarai seseorang untuk mengisi suatu lowongan karena dia seoarang perempuan;
b.      Memutuskan seseorang bukan merupakan calon senior manager karena dia berasal dari suku tertentu.
Diskriminasi dalam pekerjaan meliputi sebuah rangkaian situasi, sebagai contoh ketika seseorang ditolaka dari suatu pekerjaan, ditolak dari pekerjaan, ditolak kesempatan untuk mengikuti pelatihan, ditolak dengan alasan kondidi pekerjaan kurang baik, dan ditolak akses pada pekerjaan karena alasan tidak sesuai keanggotaan partai.
Sedangkan untuk diskriminasi tidak langsung terjadi ketika ada sebuah lowongan yang diperuntungkan bagi setiap orang tetapi mengandung ketidakadilan karena mendahulukan kelompok laki-laki untuk menduduki lowongan tersebut.
Contoh diskriminasi tidak langsung adalah :
a.       Semua pengusaha memberikan tunjangan hanya kepada kepala keluarga. Karena laki-laki selalu dianggap sebagai kepala rumah tangga, dan bukan perempuan, maka tindakan ini merupakan diskriminasi secara tisak langsung pada perempuan yang sering kali bertindak sebagai pencari penghasilan utama (bread winner) dalam keluarga.
b.      Terdapat iklan tentang lowongan pekerjaan yang menyebutkan persyaratan tinggi badan minimal 170 cm. Tinggi badan tidak mempengaruhi kemampuan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan, sementara sebagian besar perempuan Indonesia tidak memenuhi batas minimal tinggi badan tersebut. Dalam situasi ini kesempatan untuk mengisi lowongan pekerjaan tersebut sudah tentu lebih banyak pada laki-laki.
Dengan demikian EEO meliputi:
a. Perlakuan yang adil. EEO merupakan instrumen bagi setiap pekerja/buruh dan para pencari kerja;
b. Berdasarkan prestasi. EEO dilaksanakan dengan mengacu pada prestasi kerja seseorang, sehingga para pemberi kerja memperoleh tenaga kerja sesuai dengan yang disyaratkan;
c. Instrumen untuk mencapai efisiensi. Dengan pelaksanaan EEO, diharapkan akan tercapai efisiensi dan efektivitas kerja sehingga meningkatkan produktivitas dan etos kerja untuk berkompetisi;
d. Mengikutsertakan pekerja/buruh secara aktif dan potensial. Kondisi ini merupakan prasyarat keberhasilan perencanaan pihak perusahaan untuk mencapai manajemen berkualitas;
e. Jalan terbaik untuk merencanakan bisnis. Sesuai dengan tujuan EEO, dan akan menghilangkan hambatan di tempat kerja untuk mencapai karier puncak;
f. Berkaitan dengan semua aspek dalam dunia kerja. Termasuk rekrutmen tenaga kerja, pemberian pengupahan dan kompensasi, serta pengembangan karier dan kondisi kerja. Bukan dikatakan diskriminasi jika seseorang ditolak dari suatu pekerjaan atau promosi karena mereka tidak memiliki keterampilan atau kualifikasi yang dibutuhkan bagi pekerjaan itu.
Jadi EEO bukan merupakan:
a. Kuota. Artinya bukan pemenuhan prosentase jumlah tertentu yang harus dicapai oleh perusahaan. Kesetaraan dalam hal ini tidak berarti jumlah harus sama antara laki-laki dan perempuan. Meskipun ada penetapan kuota, misalnya untuk mengikuti pelatihan, rekrutmen atau keterwakilan dalam organisasi, namun tetap harus memperhatikan persyaratan normatif dan administratif (melalui persaingan secara sehat) dan tidak memaksakan target pemenuhan kuota tersebut.
b. Belas kasihan. Menempatkan perempuan dalam pekerjaan dengan alasan belas kasihan dan mengharapkan akan memberikan keuntungan pada pihak laki-laki.
c. Menghindari tuduhan melaksanakan diskriminasi. EEO tidak akan menggantikan salah satu bentuk ketidakadilan di mata hukum, karena tindakan ini memunyai dasar prestasi kerja dan merupakan pelaksanaan fungsi personalia (sumberdaya manusia) di tempat kerja yang berlaku bagi semua pekerja.
d. Bukan merupakan satu-satunya hal yang dianggap baik dan dipercaya (to good to be true), seperti manfaat yang diharapkan oleh pihak pekerja/buruh dan manajemen dengan adanya sistem manajemen yang baik.
e. Kemurahan hati. Tindakan EEO bukan dimaksudkan sebagai tuntutan, sumbangan, atau kemurahan hati bagi perempuan.
EEO tidak hanya melindungi hak pekerja/buruh saja tetapi juga bermanfaat bagi pengusaha dengan memberikan kontribusi terhadaplingkungan kerja yang lebih harmonis. Hal ini juga mengurangikemungkinan adanya tuntutan terhadap pengusaha.
Semua pekerja berhak mendapat perlakuan yang sama di tempat kerja. Dengan demikian, pelru diperhatikan bahwa kondisi dan lingkungan kerja harus mempu mendukung upaya terjadinya hak –hak pekerja dengan memperhatikan aspek-aspek dalam hubungan kerja :
1.       Pengupahan
Pekerjaan yang bernilai sama dapat dilihat dari beberapa faktor, misalnya tanggung jawab, tingkat kesulitan, risiko pekerjaan, dan andil terhadap perusahaan. Apabila semua faktor tersebut mempunyai bobot yang sama, maka dapat dikatakan bahwa pekerjaan tersebut sama nilainya. Dengan demikian, pengusaha harus memberikan upah yang sama bagi pekerja laki-laki dan perempuan yang melakukan pekerjaan yang bernilai sama.
Sebaliknya, jika bobot salah satu dari keempat faktor berbeda,maka pekerjaan tersebut memunyai nilai yang berbeda. Oleh karena itu, tidak termasuk diskriminasi jika pengusaha
memberikan upah yang berbeda. Pada kondisi yang lain, mungkin pula keempat faktor tersebut di atas memunyai bobot yang sama tetapi ada beberapa hal yang berbeda, misalnya tingkat senioritas dan perbedaan lokasi. Pada keadaan ini, tidak termasuk tindakan
diskriminasi jika upah yang diberikan berbeda. Kebijakan Upah Minimum merupakan salah satu perangkat pencegah diskriminasi upah bagi pekerja/buruh perempuan dan laki-laki yang baru memulai pekerjaan dengan nilai pekerjaan terendah. Upah minimum merupakan tingkat upah terendah yang boleh dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh laki-laki dan perempuan dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun untuk suatu wilayah atau sektor tertentu.
Perangkat lain untuk menjamin adanya kesempatan dan perlakuan yang sama dalam bidang pengupahan adalah struktur dan skala upah. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 49 Tahun 2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah. Pengusaha
menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi pekerja. Dalam aplikasinya, kelima faktor tersebut dipertimbangkan pada saat melakukan evaluasi pekerjaan. Selain kelima faktor di atas, pengusaha juga memasukkan faktor faktor lain dalam evaluasi pekerjaan, seperti tanggung jawab, tingkat kesulitan pekerjaan, risiko pekerjaan, dan andil terhadap perusahaan dalam pertimbangan struktur dan skala upah. Untuk menjamin tidak terjadi diskriminasi dalam penyusunan struktur dan skala upah, maka pengusaha tidak boleh menetapkan jenis kelamin tertentu dalam persyaratan untuk menduduki suatu jabatan. Praktek diskriminasi juga dapat terjadi pada saat evaluasi pekerjaan untuk peningkatan grade (golongan) atau level pada struktur upah, dimana pihak pengusaha mendiskriminasipeningkatan grade atau level bagi pekerja/buruh perempuan atau laki-laki.
Komponen upah dapat terdiri dari upah pokok dan tunjangan. Pada dasarnya apabila Pengusaha akan memberikan tunjangan keluarga kepada pekerja/buruh, maka tunjangan tersebut tidak boleh diberikan hanya kepada pekerja/buruh laki-laki. Tunjangan keluarga seperti tunjangan suami, tunjangan istri, dan tunjangan anak dapat berupa tunjangan tetap yang diberikan kepada semuapekerja/buruh baik laki-laki maupun perempuan.
Pengusaha dilarang memberikan upah pokok dan tunjangan yang berbeda kepada pekerja/buruh laki-laki dan perempuan. Sebagai contoh, pengusaha dilarang memberikan tunjangan keluarga hanya kepada pekerja/buruh laki-laki, namun perlu diperhatikan hal-hal berikut :
a. Jika suami dan isteri bekerja pada perusahaan yang berbeda, maka masing-masing berhak atas tunjangan keluarga;
b. Jika suami isteri bekerja di satu perusahaan yang sama maka kepada mereka diberikan hak untuk memilih tunjangan keluarga tersebut diberikan kepada suami atau isteri.
Agar tidak terjadi diskriminasi, pemberian tunjangan keluarga
perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pada dasarnya apabila Pengusaha akan memberikan
tunjangan keluarga kepada pekerja/buruh, maka tunjangan tersebut tidak boleh diberikan hanya kepada pekerja/buruh laki-laki;
b. Jika suami dan isteri bekerja pada perusahaan yang sama, maka tunjangan suami/isteri diberikan kepada salah satu dari pasangan suami isteri untuk memilih. dengan perhitungan
tingkat upah yang lebih menguntungkan;
c. Jika suami dan isteri bekerja pada perusahaan yang sama, maka untuk menentukan tunjangan suami/isteri dan anak diserahkan kepada yang bersangkutan untuk memilih;
d. Jika suami dan isteri bekerja pada perusahaan yang berbeda, maka keduanya berhak mendapatkan tunjangan keluarga. Dasar pertimbangan ketentuan ini adalah karena suami dan isteri mendapatkan upah dari sumber yang berbeda;
e. Jika suami dan isteri bekerja pada perusahaan yang berbeda, maka keduanya berhak mendapatkan tunjangan keluarga. Dasar pertimbangan ketentuan ini adalah karena setiap
pekerja/buruh memunyai hak yang sama terhadap pemberian tunjangan.
Dalam hal upah lembur, dasar dan tata cara penghitungan upah lembur mengacu pada ketentuan upah lembur yang berlaku sama bagi pekerja/buruh laki-laki maupun perempuan. Pada prakteknya kemungkinan terjadi diskriminasi pada pemberian kesempatan
kepada pekerja/buruh laki-laki dan perempuan untuk melakukan kerja lembur. Untuk menjamin tidak terjadi diskriminasi dalam kesempatan kerja lembur, pihak pengusaha hendaknya memberitahukan adanya kesempatan lembur kepada seluruh pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin. Dengan demikian, seluruh pekerja/buruh sama-sama mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkan tambahan penghasilan.
2. Kesejahteraan
Kesejahteraan pekerja merupakan kata kunci bagi terciptanya hubungan kerja yang harmonis, dinamis, berkeadilan, dan bermartabat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan tersebut antara lain adalah tingkat upah, jaminan sosial, penyediaan fasilitas kesejahteraan, koperasi karyawan, dan usaha produktif di perusahaan Penyelenggaraan fasilitas kesejahteraan pekerja/buruh merupakan program yang sangat strategis. Program ini perlu mendapat tempat prioritas dalam menumbuhkembangkan iklim yang kondusif menuju terwujudnya pelayanan fasilitas kebutuhan pekerja dan keluarganya. Dengan demikian, pengusaha dan pekerja/buruh dengan penuh kesadaran melaksanakan hak dan
kewajiban untuk mencapai kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Fasilitas Kesejahteraan antara lain :   
a. Poliklinik (penyediaan obat-obatan yang cukup, tenaga medis yang memadai) yang dapat diakses oleh semua pekerja/buruh; 
b. Penyediaan sarana transportasi bagi semua pekerja/buruh;
c. Tempat ibadah yang memadai;
d. Tersedianya koperasi yang dapat diakses oleh semua pekerja/buruh;
e. Perlakuan yang sama bagi pekerja/buruh laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan fasilitas mess atau perumahan;
f. Tempat penitipan anak.
Setiap pekerja/buruh memunyai tanggung jawab kepada diri sendiri dan keluarga. Perwujudan dari tanggung jawab pada keluarga adalah terpenuhinya kebutuhan hidup keluarga yang ditanggung oleh pekerja/buruh baik laki-laki dan perempuan. Dalam ini harus dipahami bahwa kepala keluarga dapat laki-laki atau perempuan. Terkait dengan ini adalah masalah pekerja/buruh perempuan yang hamil dan memunyai anak di luar nikah. kepada mereka tentunya sudah sewajarnya diperlakukan sebagai kepala keluarga karena mereka harus menanggung anaknya. Lebih jauh lagi, semua undang-undang ketenagakerjaan yang berkaitan dengan hakhakpekerja/buruh perempuan (misal: cuti hamil dan melahirkan) tidak memberikan batasan apakah pekerja/buruh perempuan tersebut memiliki status kawin atau tidak kawin. Dengan demikian, tidak boleh ada perlakuan yang berbeda pada pekerja/ buruh perempuan yang hamil di luar nikah.Ketika syarat-syarat kerja disusun, ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya tidak boleh mengarah pada timbulnya pembedaan perlakuan sebagai akibat adanya tanggungjawab keluarga dan membedakan status pekerja/buruh tersebut apakah sebagai kepala keluarga atau bukan.
3. Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Program jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) bertujuan memberikan perlindungan terhadap risiko berkurangnya atau hilangnya pendapatan sebagai akibat pekerja/buruh mengalami kecelakaan kerja, sakit, meninggal, dan memasuki usia pensiun. Program jaminan sosial menurut Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja terdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian
(JK) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Semua jenis program ini wajib diberikan kepada seluruh pekerja tanpa memandang jenis kelamin. Pengusaha yang telah
menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi pekerja/buruhnya dengan manfaat yang lebih baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar tidak diwajibkan ikut dalam JPK. Praktek diskriminasi dapat terjadi apabila pengusaha hanya mendaftarkan sebagian pekerjanya dalam program jamsostek. Praktek diskriminasi dapat juga terjadi pada program JPK yang diselenggarakan sendiri oleh pengusaha sebagai contoh: pekerja/buruh perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga dianggap sebagai pekerja lajang, sehingga keluarganya tidak berhak atas jaminan pemeliharaan kesehatan. Sementara
pekerja/buruh laki-laki yang sudah berkeluarga, keluarganya berhak mendapatkan jaminan pemeliharaan kesehatan. Untuk menghindari hal ini, maka pengaturan program JPK yang sesuai dengan EEO dapat diatur dalam Peraturan Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja bersama.
4. Kondisi dan Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja harus dapat diciptakan dengan baik dan nyaman bagi pekerja laki-laki maupun perempuan. Kebanyakan tempat kerja dibangun dengan menggunakan pendekatan tradisional yang sering tidak mempertimbangkan gender pekerja. Misalnya, banyak perusahaan atau pabrik memiliki kamar kecil yang tidak mempertimbangkan kebutuhan pekerja perempuan.
a. Norma Khusus Perlindungan Pekerja/Buruh Perempuan Asas kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan yang dimaksudkan dalam pasal 5 dan 6 Undang-undang No. 13 Tahun 2003, memberi pemahaman dan kesadaran menghargai dan melindungi hak-hak dasar yang secaraodrati dimiliki oleh manusia/tenaga kerja dan tidak boleh dipertentangkan dalam memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama. Pekerja/buruh perempuan yang secara kodrati mempunyai fungsi reproduksi, hamil, melahirkan dan menyusui anak oleh UU No. 13 tahun 2003 diberikan perlindungan khusus mencakup hak istirahat haid, cuti hamil, melahirkan atau gugur kandungan serta kesempatan sepatutnya untuk menyusui anak, dan kewajiban tertentu dalam mempekerjakannya pada malam hari yang wajib dihargai dan dilindungi. Dalam pengertian lain, keberadaan pekerja/buruh perempuan dengan fungsi reproduksi yang disandangnya tidak boleh menimbulkan pembedaan dalam hal kesempatan dan perlakuan dalam memasuki lapangan kerja. Dengan asas ini dimaksudkan justru pertama-tama harus lebih menjamin perlindungan hak-hak dasar (khusus) pekerja/buruh perempuan dimaksud, dan mendapatkan kesempatan dan perlakuan yang sama di tempat kerja Prinsip dasar dari EEO adalah bahwa pekerja/buruh tidak akan dibatasi dalam pekerjaan karena tanggungjawab yang berkaitan dengan fungsi reproduksi, kebutuhan biologis, kewajiban menjalankan ibadah, dan sebagainya. Pengusaha harus menjamin bahwa mereka melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan jam
kerja, waktu istirahat, dan cuti karena menjalankan ibadah, istirahat haid, cuti melahirkan, dan lain-lain.
b. Penataan Tempat Kerja dan Peralatan/Sarana Produksi Penataan tempat kerja dan peralatan/sarana produksi di tempat kerja harus memenuhi ketentuan standar keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk tersedianya alat alat K3, WC, tempat ganti pakaian, penerangan, tempat istirahat, dan ruang makan. Modifikasi secara fisik sehingga lingkungan kerja lebih nyaman akan mendatangkan banyak keuntungan, bukan saja untuk pekerja/buruh tetapi juga untuk para pelanggan yang kebetulan datang ke perusahaan. Tempat kerja merupakan suatu tempat kegiatan untuk melakukan pekerjaan yang dapat menghasilkan produk barang atau jasa. Untuk dapat bekerja di tempat kerja dengan optimal harus dibuat kondisi dan lingkungan kerja sehat dan aman. Kondisi dan lingkungan kerja harus mempertimbangkan masalah faktor manusia agar dapat bekerja dengan baik, nyaman dan juga sebagai upaya perlindungannya, oleh karena itu harus dipertimbangkan oleh perusahaan antara lain:
􀂊 Faktor ergonomis, misalnya bagi pekerja perempuan hamil harus tersedia kursi yang sesuai agar dapat bekerja nyaman dan tidak mengganggu kesehatannya.
􀂊 Dalam memilih alat pelindung diri (APD) harus memenuhi persyaratan yang berlaku, jangan membedakan kualitas peralatan tersebut untuk digunakan oleh Penyelia dan Pekerja.
c. Pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja Suatu tempat kerja tidak bisa disebut aman apabila di tempat tersebut masih saja terjadi diskriminasi terhadap perilaku yang mengarah pada pelecehan. Termasuk dalam pelecehan ini  adalah tindakan atau perilaku yang tidak dikehendaki baik secara verbal maupun fisik, misalnya berbagai aktivitas yang berkaitan dengan pelecehan seksual, colek-mencolek, dan lain-lain.
Pelecehan seksual didefinisikan sebagai suatu sikap atau perilaku yang tidak dikehendaki baik secara verbal maupun fisik yang melanggar norma-norma sosial yang dilakukan sekali atau lebih oleh pelakunya untuk tujuan kesenangan seksual yang tidak diinginkan dan dikehendaki oleh korbannya (tidak timbal balik) dan dianggap sesuatu yang mengancam kesejahteraannya secara fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi. Bentuk kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di tempat kerja antara lain :
42 kekerasan dan pelecehan fisik (misal: perkosaan, baik yang masih berupa percobaan maupun yang sudah merupakan tindakan nyata)
􀂊 kekerasan dan pelecehan verbal
􀂊 kekerasan dan pelecehan gerak isyarat
􀂊 kekerasan dan pelecehan melalui tulisan, telepon, gambar, dan benda-benda bersifat seksual yang tidak diinginkan.
􀂊 kekerasan dan pelecehan emosional
􀂊 desakan untuk melakukan tindakan seksual yang tidak diinginkan
􀂊 sentuhan, sandaran, penyundutan, atau cubitan yang tidak diinginkan.
􀂊 olok-olok, gurauan, pernyataan atau pertanyaan yang bersifat seksual dan tidak diinginkan
Untuk kekerasan dan pelecehan seksual ini perlu dicari upaya bagaimana seandainya ada pekerja yang mengadu (complaints)untuk urusan pelecehan ini. Kasus pelecehan seksual seringkali dijumpai pada perusahaan yang banyak mempekerjakan tenaga kerja perempuan, seperti perusahaan tekstil, garmen, elektronik, restoran, dan lain-lain.
Perlakuan kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja (sesuai dengan prinsip memperlakukan setiap pekerja dengan rasa hormat dan bermartabat), masih sulit untuk dijabarkan dan diadukan dengan terbuka oleh korban karena banyak faktor hambatan. Faktor hambatan tersebut meliputi kekhawatiran akan tanggapan lingkungan sosial, kerisauan akan keamanan diri, rasa takut kehilangan pekerjaan, serta tidak adanya wadah konsultasi antara pekerja dan manajemen. Untuk mencegah terjadinya pelecehan, perusahaan diharapkan dapat membuat atau menetapkan tata-tertib atau peraturan disiplin bagi pekerja/buruh yang diikuti dengan sanksi sesuai dengan ringan-beratnya pelanggaran tersebut. Tata-tertib ini dapat dikaitkan dengan Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. Perusahaan juga harus menetapkan mekanisme dan prosedur pengaduan pelecehan pekerja. Selain itu, perusahaan harus pula menangani penyelesaian pengaduan pelecehan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan peraturan dan prosedur yang sudah ditetapkan perusahaan.
5. Pengaturan Syarat Kerja
Syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja merupakan peraturan yang berlaku di perusahaan yang dituangkan dalam bentuk Perjanjian Kerja (PK), Peraturan

Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Syarat kerja ini harus dipenuhi dan ditaati oleh kedua belah pihak. Pada dasarnya Undang-Undang Ketenagakerjaan melarang perlakuan diskriminisasi. Namun dalam pengaturan syarat kerja sering terjadi perbedaan perlakuan, contoh pekerja perempuan dianggap pekerja lajang, usia pensiun pekerja/buruh perempuan lebih rendah dari laki-laki, kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan ke luar negeri lebih diutamakan kepada pekerja/buruh laki-laki, kesempatan promosi lebih diutamakan kepada pekerja/buruh laki-laki, penyediaan fasilitas berbeda antara pekerja/buruh laki-laki dan perempuan, pengaturan penerimaan pekerja/buruh. Oleh sebab itu untuk mencegah perlakuan diskriminasi,pengusaha menghindari pengaturan yang dapat ditafsirkan diskriminasi. Demi terlaksananya kesetaraan kesempatan di tempat kerja, setiap pembuatan pengaturan syarat kerja di perusahaan sebaiknya menghindari adanya pasal atau materi, baik dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, maupun Perjanjian Kerja Bersama, yang dapat ditafsirkan sebagai diskriminasi antara pekerja/buruh laki-laki dan perempuan.

Sumber : Panduan Kesempatan dan Perlakuan yang sama dalam pekerjaan di Indonesia

Rabu, 07 Mei 2014

On 09.43 by Iyan Sofi Ansori in    No comments
Berdasarkan sebuah kolom surat kabar harian pagi Radar Bogor Edisi Jumat 2 mei 2014 yang berjudul Minta Koran Hingga Parfum, yang berisi mengenai permintaan kepada pemerintah untuk memasukan uang pulsa, televisi dan parfum ke dalam list komponen Kehidupan Hidup Layak (KHL)  tahun 2015. Menurut pandangan saya pribadi ini terlalu berlebihan pasalnya hal ini merupakan landasan untuk penetapan upah minimum. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan KHL, yaitu:

  1. Upah minimum merupakan besaran gaji yang diperuntukan tenaga kerja yang masih lajang.
  2. Upah minimum adalah besaran gaji yang dihitung bagi tenaga kerja yang belum memiliki pengalaman.
  3. Upah minimun diperuntukan bagi tenaga kerja yang tidak berpengalaman dan minim keterampilan.
Dari tiga hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jika tenaga kerja memiliki kemampuan / keterampilan lebih maka perusahaan tidak akan ragu menaikkan besaran gaji tenaga kerjanya. Jangan sampai  hak minta terpenuhi tapi kewajiban diabaikan. Dari tahun ke tahun upah minimum setiap tahunnya selalu naik, bahkan tahun lalu saja kenaikannya ada yang mencapai 17 persen. Maka dari itu saya berpandangan bahwa jika ingin memiliki besaran gaji yang tinggi harus ditunjang dengan kemampuan dan keterampilan yang lebih.
On 05.31 by Iyan Sofi Ansori in    No comments
MALANGNYA NASIB ORANGUTAN


Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di Asia, sedangkan tiga kerabatnya, yaitu ; gorila, simpanse dan bonobo hidup di Afrika. Kurang 20.000 tahun yang lalu orangutan dapat dijumpai di seluruh Asia Tenggara dari pulau jawa di ujung selatan hingga ujung utara Pegunungan Himalaya dan Cina bagian selatan. Akan tetapi, saat ini jenis kera besar itu hanya ditemukan di sumatera dan Kalimantan (Borneo), 90% berada di Indonesia . Orangutan adalah ikon satwa asli Indonesia yang harus dilindungi bahkan terkenal hingga mancanegara, namun belakang ini populasinya terancam punah karena pambantaian oleh manusia yang tidak bertanggung jawab.



Timbul pertanyaan, “Apakah keberadaan Orangutan sudah sedemikian mengganggu manusia atau justru manusia yang mengusik keberadaan dan kehidupan Orangutan?”

Berdasarkan data Dr Yaya Rayadin, peneliti dari Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman yang disampaikan dalam tayangan bahwa habitat orangutan di kalimantan terus berkurang, tempat hidup hidup orangutan yaitu di tempat ketinggian di bawah 900m2 banyak yang beralih fungsi menjadi hutan industri atau perkebunan dan sekarang di dominasi perkebunan kelapa sawit. Habitat berkurang, berkonflik pula dengan manusia dalam memperebutkan lahan. Tentu membuat populasi orangutan terancam. “Mereka sudah tidak ada pilihan, tidak ada pakan sehingga yang dijadikan oleh orangutan adalah apa yang ada. Kebetulan sawit adalah pakan, awalnya dia tidak kenal karena sawit tidak ada disini, dia(orangutan) hanya mencoba -coba eh ternyata sawit enak. Dari hasil coba itu dia share dengan teman-temannya juga., akhirnya menjadi makanan karena makanan utamanya gak ada” tutur Dr Yaya Rayidin.

Mengapa perlindungan dan pelestariaan Orangutan hanya sebagai slogan semata. Dimana Undang-Undang No.5/ 1990 : Konsevasi SDA serta ekosistemnya yang berbunyi “Orang yang memelihara, melukai, membunuh orangutan dikenai sanksi denda Rp 100juta atau pidana 5 Tahun” nyata-nyata dilindungi pemerintah namun faktanya satwa dilindungi tak membuat orangutan dilindungi. Bicara mengenai untung secara ekonomis, tentu sulit untuk membuahkan titik temu antara keberadaan perkebunan kelapa sawit dan orangutan rasanya tidak adil jika perkebunan kelapa sawit bertambah luas sementara orangutan dibunuh tanpa penegakan hukum yang jelas.

Lokakarya Pengkajian Status Populasi dan Habitat (Population and Habitat Viability Analysis/ PHVA) yang diselenggrakan pada Januari 2004 lalu memberikan gambaran terkini tentang sebaran dan status populasi orangutan di Sumatera dan Kalimantan. Perkiraan ukuran populasi orangutan Sumatera dan Kalimantan dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah populasi orangutan Sumatera jauh berada di bawah kerabatnya di Kalimantan. Lokakarya tersebut juga menampilkan ukuran populasi Orangutan Kalimantan yang lebih besar dibandingkan dengan berbagai laporan sebelumnya. Hal Itu hendaknya tidak dipandang sebagai keberhasilan upaya konservasi, tetapi lebih karena perbaikan metode survei yang didukung oleh teknologi penginderaan jauh (remote sensing) yang lebih canggih.



Tabel 1. Perkiraan Populasi Orangutan
Lokasi
Perkiraan Jumlah
Sumatera
6667
Kalimantan Timur
4825
Kalimantan Tengah
31300
Kalimantan Barat & Serawak
7425
Sabah
11017
Total Populasi Liar
61234
Sumber : (revisi PHVA 2004, Wich, dkk draft)
Grafik 1. Perkiraan Populasi Orangutan (Dalam Bentuk Pie)
Para Peneliti yang melaporkan hasil survsei mereka di lokakarya PHVA 2004 sepakat bahwa kerusakan dan fragmentasi hutan tropis dataran rendah merupakan penyebab utama penyusutan populasi orangutan yang sangat drastis di berbagai daerah di Sumatera dan Kalimantan. Fragmentasi hutan telah membagi populasi orangutan di Sumatera ke dalam sebelas kantong populasi dengan ukuran yang berbeda-beda. Di antara kesebelas blok habitat ituu hanya tiga blok dilaporkan mempunyai populasi lebih dari 500 individu, yang merupakan ukuran minimum untuk menjamin keberlanjutan populasi orangutan. Para peneliti berpendapat bahwa hanya ada ukuran populasi seperti itu orangutan mempunyai kekayaan genetik uang cukup untuk membantu menghadapi berbagai tantangan perubahan linkungan. Sebaliknya, populasi yang berukuran kurang dari 500 individu akan menjadi sangat rentan tehadap berbagai risiko kepunahan, jika tidak dibantu dengan upaya perlindungan dan pengelolaan populasi.

Para peneliti menemukan, proses menjadi liar pun akan menjadi sulit dan berjalan sangat lambat. Pada orangutan yang sudah terbiasa hidup dengan nyaman saat dipelihara oleh manusia, bakal lebih sukar lagi prosesnya. Kemampuan anak-anak orangutan dalam beradaptasi di hutan yang sangat bervariasi akhirnya disebut peneliti dengan istilah daerah “abu-abu”. Oleh karena itulah, berbagai “pelatihan” untuk menjadi binatang liar merupakan hal yang sangat penting dalam program rehabilitasi anak-anak orangutan. Pelatihan itu mencakup pengenalan jenis-jenis pohon pakan, cara membuat sarang, gaya hidup yang sebagian besar dilakukan di atas pohon, interaksi dengan orangutan lain, serta sikap-sikap yang harus diambil saat mereka menghadapi pemangsa.

Penelitipun sampai pada kesimpulan, bahwa pengenalan dedaunan dan ranting untuk membuat sarang serta hal-hal alami yang nantinya akan ditemukan di hutan lebih berguna daripada benda-benda buatan yang berbau manusia seperti selimut, mainan anak kecil, bahkan boneka, yang selama ini lebih sering diperkenalkan kepada anak-anak orangutan.


Sesungguhnya, bukan sekadar sulitnya mengembalikan sifat liar yang membuat memelihara anak orangutan menjadi tidak bijaksana. Berbagai penelitian mengisyaratkan bahwa satu ekor anak orangutan yang dijual di pasar gelap bermakna adanya satu ekor induk yang harus dibunuh. Pasalnya, di alam, anak orangutan akan melekat pada induknya hingga mencapai usia lima tahun. Selama dua tahun setelah itu, si anak pun tidak pernah berani bermain jauh-jauh dari sisi sang induk. Karena sepanjang hidupnya seekor orangutan betina dapat melahirkan dua hingga tiga ekor bayi, kematian seekor induk juga bermakna punahnya peluang kehadiran dua hingga tiga orangutan baru. Dalam laporannya di tahun 2002, Mark Leighton dari Harvard University menyatakan, kematian satu persen orangutan betina di alam per tahun cukup untuk membuat populasi melorot.

Dua tahun silam, Departemen Kehutanan menerbitkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia. Dalam publikasi itu, terinci berbagai rencana kegiatan yang melibatkan berbagai pihak. Mulai dari masyarakat, para pemegang hak pengusaha hutan, pertambangan, hingga Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Disebutkan pula bahwa kegiatan rehabilitasi dan reintroduksi orangutan ditargetkan selesai pada tahun 2015.

Sayang, menurut Suci, hingga kini survei menunjukkan, bahwa hutan-hutan yang tersedia untuk pelepasliaran biasanya tidak layak bagi habitat orangutan. Hal ini diakibatkan oleh pohon pakan yang tidak cukup, ketinggian lahan yang tidak ideal bagi kehidupan orangutan yang seharusnya ada di dataran rendah, hingga hadirnya pemburu-pemburu sarang walet di dalam hutan tersebut. Pemburu dan pembalak jelas merupakan ancaman bagi orangutan yang hendak dilepasliarkan. Citrakasih Nente, seorang dokter hewan yang turut terlibat dalam program rehabilitasi orangutan di Kalimantan hingga paruh awal 2009 mengenang, sejak 2002—tahun terakhir pelepasliaran orangutan di hutan Gunung Meratus—dia berkali-kali merawat orangutan yang merupakan hasil pelepasliaran.

Pasalnya, kera-kera itu dibawa ke kantornya di pusat rehabilitasi dengan luka tembak dan luka bacok. Itu terus berlangsung hingga 2006, saat pembalakan liar marak di Meratus. Tahun-tahun berikutnya keadaan semakin membaik. “
Setelah itu, sudah jarang orangutan yang datang dengan luka seperti itu,” jelas Citra.
Berbagai persoalan, perdagangan liar dan pemeliharaan ilegal, pembalakan liar, perburuan, dan perubahan lingkungan memang membuat masa depan orangutan tidaklah terlihat indah. “
Mungkin ada orang yang berpikir, untuk apa kita memikirkan orangutan. Tapi kami ingin, orangutan itu memiliki kesempatan yang sama dengan orangutan yang kita lihat di alam liar. Kami ingin orangutan eks rehabilitasi punya kehidupan yang alami,” ujar Suci. “Namun ingat, rehabilitasi bukanlah solusi,” lanjutnya penuh penekanan. Seperti halnya Barita, ia mengatakan bahwa hal yang paling penting adalah menjaga apa yang sudah ada di alam. “Seperti Taman Nasional Gunung Leuser di Sumatra. Populasi orangutan yang ada di sana sudah sangat bagus. Yang sekarang perlu diperhatikan adalah bagaimana caranya agar luasan 
taman nasional itu tetap terus terjaga,“Tutur Suci.Mengambil anak orangutan dari induk mereka bisa jadi terlihat “mudah”. Namun, usaha pelepasliaran kembali ke alam membutuhkan usaha yang amat keras. Itulah usaha agar orangutan tidak sekadar dikenal di kebun binatang atau bahkan dalam ensiklopedia.


Referensi :
http://nationalgeographic.co.id/feature/117/nasib-orangutan
http://news.okezone.com//play/19601/investigasi-pembantaian-orangutan-2
http://news.okezone.com//play/19601/investigasi-pembantaian-orangutan-1
http://www.dephut.go.id/files/Orangutan%20Action%20Plan%202007-2017_0.pdf

































On 04.51 by Iyan Sofi Ansori in    No comments
Semakin pesatnya perkembangan Teknologi Informasi saat ini menyebabkan terjadi peningkatan dari sektor Ekonomi, hal ini berdasarkan dari maraknya toko onilne yang beredar di sekarang ini. Maka dari itu pada kesempatan kali ini saya akan memberikan tips berbelanja online berdasarkan pengalaman yang pernah lakukan, Berikut ini langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam berbelanja online :

  1. Sebelum melakukan transaksi/ pembayaran, lakukan riset terhadap situs web tempat akan berbelanja.
  2. Membaca baik-baik policy/ kebijakan situs web terhadap data pelanggan.
  3. Memeriksa baik-baik paket barang dan deskripsi dari produk yang dibeli.
  4. Mencari verifikasi toko, bahwa web/toko online terpercaya.
  5. Mempertimbangkan cara pembayaran baik itu transfer maupun melalui kartu kredit.
#Khusus untuk poin 4, dapat mencari melalui polisiOnline.com dan sejenisnya

Sumber referensi :
Kompas.com
On 03.48 by Iyan Sofi Ansori in    No comments
PROPOSAL PROYEK TUGAS AKHIR
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM SORTIR BARANG PADA BAN BERJALAN  BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMega 8535 MENGGUNAKAN PHOTODIODA

gunadarma.jpg
Disusun Oleh :
Agustinus Risanta (40111398)
Iyan Sofi Ansori (43111766)
Martin Cipta Yogi Manurung (48111992)



UNIVERSITAS GUNADARMA
DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA TIGA TEKNOLOGI INFORMASI
PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER
2014



Abstraksi
Agustinus Risanta. 40111398, Iyan Sofi Ansori. 43111766, Martin Cipta Yogi Manurung. 48111992.
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM SORTIR BARANG PADA BAN BERJALAN  BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMega 8535 MENGGUNAKAN PHOTODIODA.
Penulisan Ilmiah. Teknik Komputer. Direktorat Program Diploma Tiga Teknologi Informasi. Universitas Gunadarma. 2014.
Kata Kunci : Mikrokontroler, Ban Berjalan, Atmega 8535, Photodioda.

System seleksi barang menggunakan Belt Conveyor (ban berjalan)berbasis mikrokontroler merupakan alat seleksi sekaligus pemindah  barang biasanya digunakan dalam sebuah pabrikasi. Penggunaan belt conveyor dapat menghemat biaya produksi yang tinggi serta meningkatkan laju produksi dengan kecepatan yang signifikan dan stabil.Sensor-sensor digunakan sebagai alat untuk menyeleksi dimensi barang. Actuator untuk memindahkan barang yang telah ditandai (dipilih) menggunakan sensor dengan cara mendorong barang dari belt conveyor  ke kotak. Alat ini menggunakan dua buah motor dc. Satu buah motor DC digunakan untuk menggerakkan  belt conveyor. Belt ini digunakan sebagai pembawa barang. Pada  jalur conveyor diletakkan dua pasang sensor photodioda dan laser. Sensor ini digunakan untuk mengidentifikasi dimensi objek/barang yang akan disortir. Setelah melewati sensor, jika ada barang yang terseleksi untuk masuk ke kotak diberikan waktu tunda (delay) kepada pendorong beroperasi (mendorong atau tidak barang yang lewat didepannya). Pendorong menggunakan actuator berupa motor. Motor ini akan aktif atau tidak berdasarkan instruksi dari mikrokontroler. Input dari mikrokontroler yang berupa sensor photodioda, digunakan untuk mendeteksi dimensi barang. Pendeteksian barang dilakukan dengan mengatur jarak antar sensor.

(Daftar Pustaka 2013)
A.    LATAR BELAKANG
Ban berjalan merupakan alat seleksi sekaligus  pemindah barang yang  banyak digunakan sebagian industri di Indonesia. Mulai dari industri menengah ke atas menggunakan ban berjalan sebagai alat transportasi berbagai material dalam ruang lingkup industri. Material yang diangkut mulai dari bahan baku hingga hasil produksi , termasuk memindahkan antar workstation. Dengan menggunakan ban berjalan, perusahaan mampu menghemat biaya produksi,serta meningkatkan hasil produksi secara signifikan.
        Dari latar belakang di atas, penulis merancang suatu alat yang dapat mempermudah menyeleksi barang dengan menggunakan mikrokontroler. Mikrokontroler yang akan digunakan adalah tipe mikrokontroler 8535. Atas dasar tersebut, penulis mengambil judul Tugas Akhir “PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM SORTIR BAN BERJALAN BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMega 8535 Menggunakan Photodioda”
B. BATASAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka penulis akan membatasi hal-hal yang berkaitan dengan perancangan dan pembuatan sistem sortir ban berjalan menggunakan photodioda, dimana sistem seleksi yang digunakan kemudian dirangkai dengan dua motor DC, dua pasang sensor photodioda dan laser.
Rangkaian ini membutuhkan satu buah motor untuk mendorong barang yang tidak terseleksi. Rangkaian ini juga menggunakan satu buah mikrokontroler Atmega8535 sebagai otak yang mengatur kinerja alat dari sistem sortir yang menggunakan Photodioda.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sistem sortir menggunakan motor. Sistem sortir ini meliputi photodioda dan laser yang mendeteksi dimensi barang.
Manfaat  dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Meningkatkan hasil produksi barang .
2.      Menghemat biaya produksi.
3.      Menjadikan sistem sortir berbasis mikrokontroller yang bekerja 24 jam
4.      Untuk memperluas dan mempermudah pengetahuan terutama mengenai mikrokontroller dan sensor, khususnya dalam penggunaan alat tersebut.
5.      Sebagai alat bantu untuk memindahkan barang.

D.   METODOLOGI PENELELITIAN
Untuk dapat merealisasikan penelitian ini maka metode yang akan digunakan adalah sebagai beriktu  :
1.  Mencari sumber informasi/literatur
Studi kepustakaan yang mencakup literatur-literatur mengenai datasheet Atmega 8535, sensor-sensor yang dibutuhkan.
2. Perancangan dan pembuatan sistem sortir menggunakan sensor.
3. Perancangan pembuatan sistem sortir dengan Atmega8535.
Tahap ini meliputi pembuatan software dan hardware. Perancangan sistem minimum mikrokontroler Atmega sebagai hardware yang dilakukan terlebih dahulu. Selanjutnya, tahap pembuatan program pengiriman SMS menggunakan bahasa pemrograman C. Setelah itu program akan didownload ke IC Atmega 8535 menggunakan software Code Vision AVR.
4. Pengujian sistem sortir ban berjalan menggunakan photodioda sebelum instalasi.
5. Instalasi sistem seleksi
Pada tahap ini dilakuakan modifikasi sistem pada ban berjalan yaitu berupa pemasangan motor DC, sensor photodioda, laser pointer dan belt .
6. Pengujian alat dan analisa sistem seleksi setelah instalisasi.
Pengujian program mikrokontroler, photodioda, bertujuan untuk menyeleksi apakah sistem yang telah direalisasikan dapat bekerja sesuai dengan spesifikasi perencanaan yang telah ditetapkan.

E.    SISTEMATIKA PENULISAN
        Keseluruhan penulisan peneltian ini akan dibagi menjadi lima bab bahasan dengan lampiran dan daftar istilah yang diperlukan yaitu:
BAB I      :   PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan  masalah, batasan masalah, maksud dan tujuan penulisan, dan manfaat penulisan.
BAB II     :   DASAR TEORI
Bab ini menjelaskan tentang teori dasar yang menunjang tugas akhir, seperti tentang Mikrokontroler Atmega8535, photodioda, dan teori lainnya yang menunjang Tugas Akhir.
BAB III   :   PERANCANGAN PENELITIAN
Bab ini berisi tentang perancangan pembuatan alat yang akan digunakan dalam proses pembuatan tugas akhir.
BAB IV   :   HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN HASIL
Bab ini berisi tentang analisa dan hasil pengujian dari tiap-tiap blok diagram alat yang akan dirancang mengenai kekurangan dan kelebihannya.
BAB V     :   PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan akhir dari hasil pengamatan dan saran dari penelelitian ini..

F. KOMPONEN-KOMPONEN YANG DIGUNAKAN
            Komponen-komponen yang digunakan dalam proyek ini antara lain adalah:
1.      Sistem Belt  ban berjalan
2.      Mikrokontroler AVR ATMega 8535
3.      Dudukan untuk sensor
4.      Sensor Photodioda
5.      Laser Pointer
6.      Sistem Pendorong yang terdiri dari :
-          Motor
-          Plat dan dudukan pendorong
-          Sensor switch.

G. CARA KERJA
            Peralatan ini terhubung kepada sensor-sensor yang dipasang di conveyor  yang menyeleksi dimensi barang. Actuator untuk memindahkan barang yang telah ditandai (dipilih) menggunakan sensor dengan cara mendorong barang dari belt conveyor. Alat ini menggunakan dua buah motor dc. Satu motor DC digunakan untuk menggerakkan  belt conveyor. Belt ini digunakan sebagai pembawa barang. Pada  jalur conveyor diletakkan dua pasang sensor photodioda dan laser. Sensor ini digunakan untuk mengidentifikasi dimensi objek/barang yang akan disortir. Setelah melewati sensor, jika ada barang yang terseleksi untuk masuk ke kotak diberikan waktu tunda (delay) kepada pendorong beroperasi (mendorong atau tidak barang yang lewat didepannya). Pendorong menggunakan actuator berupa motor. motor ini akan aktif atau tidak berdasarkan instuksi dari mikrokontroler. Input dari mikrokontroler yang berupa sensor photodioda, digunakan untuk mendeteksi dimensi barang. Pendeteksian barang dilakukan dengan mengatur jarak antar sensor.


H.       KAJIAN PUSTAKA
1. Mikrokontroller AVR ATMega 8535
Mikrokontroller adalah pusat kerja dari suatu sistem elektronika seperti halnya mikroprosesor sebagai otak komputer. Adapun nilai plus bagi mikrokontroller adalah terdapatnya memori dan port input/output dalam suatu kemasan IC. Kemampuannya yang programmable, fitur yang lengkap seperti ADC internal, EEPROM internal, port I/O, komunikasi serial.
Mikrokontroler AVR memiliki arsitektur RISC 8 bit, dimana semua instruksi dikemas dalam kode 16 bit dan sebagian besar instruksi dalam 1 (satu) siklus clock, berbeda dengan instruksi MCS51 yang membutuhkan 12 siklus clock. Hal ini terjadi karena kedua jenis mikrokontroler tersebut memiliki arsitektur yang berbeda. AVR berteknologi RISC (Reduced Instruction Set Computing), sedangkan seri MCS51 berteknologi CISC (Complex Instruction Set Computing). Secara umum, AVR dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu keluarga ATtiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega, dan AT86RFxx.
Pada dasarnya, yang membedakan masing-masing kelas adalah memori, peripheral, dan fungsinya. Dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan, mereka bisa dikatakan sama.Piranti dapat diprogram secara in-system programming (ISP) dan dapat diprogram berulang-ulang selama 10.000 kali baca/tulis didalam sistem.
a.    Konfigurasi Pin ATMega8535
       Secara fungsional konfgurasi ATMega8535 sebagai berikut;
1)   VCC merupakan pin yang berfungsi sebagai pin masukan catu daya.
2)   GND merupakan pin Ground.
3)    Port A (PA0…PA7) merupakan pin I/O dua arah dan pin masukan catu ADC.
4)    Port B (PB0…PB7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus, yaitu Timer/Counter, Komparator analog, dan SPI.
5)    Port C (PC0…PC7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus, yaitu TWI, Komparator analog, dan Timer Oscillator
6)    Port D (PD0…PD7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus,yaitu komparator analog, Interupsi eksternal, dan komunikasi serial.
7)    RESET merupakan pin yang digunakan untuk me-reset mikrokontroller.
8)    XTAL1 danXTAL2 merupakan pin masukan clock eksternal.
9)    AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk ADC.
10)  AREF merupakan pin masukan tegangan referensi ADC.

b.  Arsitektur ATMega8535
ATMega8535 memilii bagian struktur bagian sebagai berikut :
1)    Saluran I/O sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C, dan Port D.
2)    ADC 10 bit sebanyak 8 saluran
3)   Tiga buah Timer/Counter dengan kemampuan perbandingan.
4)   CPU yang terdiri atas 32 buah register.
5)   Watchdog Timer dengan osilator internal.
6)   SRAM sebesar 512 byte.
7)   Memori Flash sebesar 8 kb dengan kemampuan Read While Write.
8)   Unit interupsi internal dan eksternal.
9)   Port antarmuka SPI
10) EEPROM sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat operasi.
11) Antarmuka komparator analog.
12) Port USART untuk komunikasi serial

c.       Fitur-Fitur ATMega8535
1)    Sistem mikroprosesor 8 bit berbasis RISC dengan kecepatan maksimal 16 MHz.
2)    Kapabilitas memori flash 8 KB, SRAM sebesar 512 byte, dan EEPROM (Electrically Erasable Programmable read Only Memory) sebesar 512 byte.
3)    ADC internal dengan fidelitas 10 bit sebanyak 8 channel.
4)    Portal komunikasi serial (USART) dengan kecepatan maksimal 2,5 Mbps.
5)    Enam pilihan mode sleep menghemat penggunaan daya listrik.
6)    Berperformen tinggi dan dengan konsumsi daya rendah (low power)
7)    Fitur Peripheral
       Ø  Dua Timer/Counter 8-bit dengan Separate Prescaler (sumber clock yang dapat diatur) dan Mode pembanding
       Ø  Satu Timer/Counter 16-bit dengan Separate Prescaler, Mode pembanding dan Capture Mode
       Ø  Real Time Counter dengan sumber osilator terpisah
       Ø  Terdapat delapan saluran ADC dengan resolusi sepuluh bit ADC
       Ø  Empat saluran Pulse Width Modulation (PWM)
       Ø  Terdapat Two Serial Interface
       Ø  Programmable serial USART
       Ø  Master/Serial SPI Serial Interface
       Ø  Programmable Watchdog Timer dengan On-Chip Oscillator
       Ø  On-Chip Analog Comparator
8)    I/O dan kemasan
       Ø  32 programmable saluran I/O
       Ø  40 pin PDIP, 44 pin TQFP, 44 PIN PLCC dan 44 pin MLF
9)    Tegangan Kerja
       Ø  2,7 – 5,5V untuk ATmega8535L
       Ø  4,5 – 5,5V untuk ATmega8535
10)  Kelas Kecepatan
       Ø  0 – 8 Mhz untuk ATmega8535L
       Ø  ·0 – 16 Mhz untuk ATmega8535

2. Motor DC
Motor listrik merupakan perangkat elektromagnetis yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan untuk, misalnya memutar impeller pompa, fan atau blower, menggerakan kompresor, mengangkat bahan,dll. Motor listrik digunakan juga di rumah (mixer, bor listrik, fan angin) dan di industri. Motor listrik kadangkala disebut “kuda kerja” nya industri sebab diperkirakan bahwa motor-motor menggunakan sekitar 70% beban listrik total di industri.
       Motor DC memerlukan suplai tegangan yang searah pada kumparan medan untuk diubah menjadi energi mekanik. Kumparan medan pada motor dc disebut stator (bagian yang tidak berputar) dan kumparan jangkar disebut rotor (bagian yang berputar). Jika terjadi putaran pada kumparan jangkar dalam pada medan magnet, maka akan timbul tegangan (GGL) yang berubah-ubah arah pada setiap setengah putaran, sehingga merupakan tegangan bolak-balik. Prinsip kerja dari arus searah adalah membalik phasa tegangan dari gelombang yang mempunyai nilai positif dengan menggunakan komutator, dengan demikian arus yang berbalik arah dengan kumparan jangkar yang berputar dalam medan magnet. Bentuk motor paling sederhana memiliki kumparan satu lilitan yang bisa berputar bebas di antara kutub-kutub magnet permanen. Catu tegangan dc dari baterai menuju ke lilitan melalui sikat yang menyentuh komutator, dua segmen yang terhubung dengan dua ujung lilitan. Kumparan satu lilitan pada gambar di atas disebut angker dinamo. Angker dinamo adalah sebutan untuk komponen yang berputar di antara medan magnet.
3. Photodioda
Photodioda merupakan dioda yang peka terhadap cahaya, sensor photodioda akan mengalami perubahan resistansi pada saat menerima intensitas cahaya dan akan mengalirkan arus listrik secara forward sebagaimana dioda pada umumnya. Sensor Photodioda adalah salah satu jenis sensor yang peka terhadap cahaya (Photodetector). Jenis sensor peka cahaya lain yang sering digunakan adalah phototransistor. Photdioda akan mengalirkan aru yang membentuk fungsi linear terhadap intensitas cahaya yang dterima.
4. Laser Pionter
Laser dihasilkan dari proses relaksasi elektron. Pada saat proses ini maka sejumlah foton akan di lepaskan berbeda sengan cahaya senter emisi pada laser terjadi dengan teratur sedangkan pada lampu senter emisi terjadi secara acak. Pada laser emisi akan menghasilkan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. berbeda dengan lampu senter emisi akan mengasilkan cahaya dengan banyak panjang gelombang. proses yang terjadi adalah elektron pada keadaan ground state (pada pita valensi) mendapat energi kemudian statusnya naik menuju pita konduksi ( keadaan eksitasi) kemudian elektron tersebut kembali ke keadaan awal (ground state) diikuti dengan beberapa foton yang terlepas. Kemudian agar energi yang dibawa cukup besar maka dibutuhkan sebuah resonator resonator ini dapat berupa lensa atau cermin yang sering digunakan adalah lensa dan cermin. ketika di dalam resonator maka foton-foton tersebut akan saling memantul terhadap dinding resonator sehingga cukup kuat untuk meninggalkan resonator tersebut. laser cukup kuat digunakan sebagai alat pemotong misalnya adalah laser CO2 laser yang kuat adalah tingkat pelebaranya rendah dan energi fotonya tinggi.


I.      PERANCANGAN
1.      Tujuan perancangan
Pada tahap perancangan, harus ditentukan hal-hal apa saja yang mejadi pertimbangan dalam membangun sebuah sistem. Perancangan sistem yang akan disusun tersebut akan direlisasikan ke dalam subjek yang akan dirancang. Hal ini sangat penting untuk memudahkan perancang pada tahap penyelesaian subjek tersebut. Sehingga hasil yang diperoleh maksimal, tepat dan jelas. Adapun pelaksanaan dalam tugas akhir ini, tujuan utama dari perancangan ialah memudahkan dalam pembuatan blok-blok rangkaian yang saling menunjang operasi sistem secara optimal. Perancangan yang berhubungan dengan pembuatan sistem keamanan berbasis mikrokontroller menggunakan webcam dan sms ini dibagi atas dua tahap yaitu:

2.      Rencana Rancangan
Pembuatan blok diagram bagian transmitter sistem keamanan, bertujuan untuk mempermudah realisasi sistem deskripsi sistem deskripsi sebagai basis security dan proteksi komunikasi  menggunakan mikrokontroler AVR khususnya pada daerah kerja sistem transmitter.
a.    Perancangan bagian Elektronik bagian transmitter sistem keamanan
Pada bagian ini semua tahap pekerjaan yang berhubungan dengan rangkaian transmitter, diantaranya ialah
Ø Menentukan komponen yang digunakan untuk membuat rangkaian elektronik transmitter.
Ø Merangkai dan uji coba rangkaian transmitter.
Ø Menggabungkan rangkaian dari setiap blok diagram di project board.
Ø Melakukan uji coba rangkaian sistem.

b.    Perancangan bagian Mekanik.(miniatur) untuk transmitter.
Pembuatan program;
1)    Membuat Program Bahasa C yang berbasiskan pada bahasa MCS-51 pada jendela list program.
2)    Melakukan Compile program. Hal ini bertujuan agar Mengkonversi list program yang dibuat kedalam kode biner/hexadecimal
3)    Mendownload (Hasil Compile) ke IC mikrokontroller AVR seri ATMega8535

J.    RENCANA PENGERJAAN
Adapun jadwal pengerjaan untuk penyusunan Tugas Akhir ini disusun sebagai berikut :
No
Kegiatan
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
1
Penyusunan Proposal







2
Pengerjaan Tugas Akhir







3
Seminar Proposal







4
Penyusunan Laporan Tugas Akhir







5
Sidang Tugas Akhir









     K.  PENUTUP       
Demikian proposal ini dibuat sebagai persyaratan dalam pengambilan judul tugas akhir.

Depok,      Maret 2014
Penulis




                      Pembimbing I                                           Pembimbing II

              ___________________                                  _________________