Blog Ini merupakan sebuah...

Senin, 26 Desember 2016

On 07.46 by Iyan Sofi Ansori in ,    No comments
Resume jurnal ini dibuat dalam rangka melakukan pemenuhan tugas matakuliah Ibu Febrianti Dwianjani,   untuk matakuliah Pengantar Teknologi Sistem Cerdas
-----------------------------------------------------------------------------------
 IYAN SOFI ANSORI – 1B115035
Program Studi Sistem Informasi Universitas Gunadarma



Abstrak
Mengapa kita memiliki minat dalam menganalisis film? Karena film itu menarik dan ambigu. Di satu sisi, film ini kaya dengan unsur-unsur postmodernisme. Di sisi lain, film ini penuh dengan representasi nyata dari sosial realitas yang terjadi di dunia nyata; di mana keterbatasan manusia tidak dapat menerimanya. Karena itu, ada hal-hal tertentu yang manusia tidak dapat melakukannya. Manusia bertahan mengendalikan emosi sendiri dan mencari solusi permasalahan. Sementara, robot tidak punya. Robot  sebagai mesin memiliki kekuatan besar yang manusia tidak memiliki. Manusia berkeinginan untuk menciptakan robot di dunia ini, karena manusia perlu mendapatkan kendali atas robot. Ada juga yang ingin mengambil kontrol  robot pada sesama manusia. Jika, hal teresebut terjadi, maka akan ada perang kepentingan, permusuhan, konflik, dan sebagainya. Tapi, ada beberapa cara untuk menjadikan robot sebagai objek kontrol, semuanya akan berbeda. Ketika robot dikendalikan oleh manusia, dan manusia mengendalikanya dengan remote control atau chip.

Latar Belakang dan Tujuan
Dalam masa mendatang ketika es di kutub mencair akibat pemanasan global,dan menyebabkan naiknya permukaan laut, menenggelamkan semua kota di tepi pantai di dunia. Ras manusia menjadi makin sedikit. Karena kebutuhan mengelola bumi, diperlukan bantuan robot. Pada saat itu, manusia telah mencapai suatu titik dalam menciptakan robot yang realistic (hampir Mirip dengan manusia) yang disebut Mecha. Robot-robot ini diciptakan untuk melayani manusia. Tetapi keterbatasan robot-robot ini adalah mereka menyerupai manusia dalam segala hal, tetapi mereka tidak memiliki hati/perasaan seperti manusia. Karena itu, salah satu perusahaan yang memproduksi Mecha, menciptakan David, seorang anak tiruan pertama berusia 11 tahun, yang memiliki perasaan sesungguhnya. Ia di”disain” untuk bagaimana mencintai dan memahami perasan manusia. Terutama ia memiliki cinta yang sangat mendalam pada “ibunya” Monica. Monica adalah seorang wanita yang mengadopsi David sebagai pengganti anak kandungnya yang sedang dalam keadaan koma, akibat penyakit yang tak bisa disembuhkan. David hidup bahagia bersama “Ibu dan ayahnya” (Monica dan suaminya). Tetapi hidupnya
mendadak berubah dramatis ketika anak kandung Monica menjadi sembuh dan pulang kembali ke rumahnya. Macam-macam masalah mulai timbul akibat rasa iri yang ada dalam diri Michael anak kandung Monica.Adaptasi futuristic yang diinspirasi oleh cerita Pinokio yang mendambakan bagaimana ia menjadi nyata, menjadi manusia sesungguhnya yang layak mendapat cinta kasih dari orang tua dan manusia lain disekitarnya. Dalam cerita futuristic ini, David sang robot kecil yang canggih ini, sangat mendambakan menjadi anak lelaki yang sesungguhnya. Supaya ia dapat memenangkan kembali cinta kasih “ibu” nya yang adalah seorang manusia. Selanjutnya adalah perjalanan David mencari “ibu”nya dan akhirnya bertemu dengan seorang Mecha “Joe” yang adalah gigolo yang tadinya bersifat sangat dingin (tentu, karena ia cyborg juga) akhirnya bisa bersahabat dan mereka menemukan jati diri mereka masing-masing.

Dalam Jurnal ini, penulis bertujuan untuk menganalisis sebuah film AI dari aspek sosial, kultural dan teknologi Artificial Intelligence (AI) ini diharapkan memberikan pengetahuan dan gambaran tentang konsep Cyborg. 

Konsep Dasar Penelitian
Konsep dasar penelitian dalam jurnal ini didasarkan pada keinginan penulis untuk menjelaskan topik yang terkait dengan Aspek Sosial, Kultural dan Teknologi yang terdapat dalam Artificial Intelligence itu sendiri. 

A.    Aspek Sosial
          Kualitas sebagai manusia memunculkan suatu pertanyaan yang fundamental, yaitu apakah manusia itu? Apakah sama seperti salah satu tokoh protagonist dalam film-film science fiction (blade runner, terminator, Soldier, dll)? Ketika tokoh atau karakter bertindak seperti manusia, terlihat seperti manusia, menunjukkan emosi, memiliki kelemahan dan kekuatan, maka penonton akan bersimpati pada tokoh tersebut (David, dalam Artificial Intelligence). Sepertinya kita sebagai penonton memperhatikan siapapun tokoh yang mengingatkan mereka akan diri kita sendiri. Sebaliknya karakter tokoh yang antagonist memiliki kualitas yang diasosiasikan dengan mesin yaitu tidak memihak dan penuh perhitungan (contohnya Caine 607 dalam Soldiers) Dengan demikian kriteria utama untuk dianggap sebagai manusia adalah seberapa banyak tokoh tersebut terlihat seperti manusia lainnya atau seberapa baik mereka menunjukkan kualitas-kualitas kemanusiaan mereka.
            Secara Ilmiah, manusia didefinisikan sesuai dengan ciri-ciri fisik. Manusia adalah salah satu spesies mamalia, homo sapiens berkaki dua, dengan otak bagian depan yang membesar. Namun sama seperti yang ditunjukan dalam film, apa yang menjadi pertimbangan penonton tentang manusia tidak sepenuhnya berhubungan dengan karakter yang dilahirkan oleh manusia lainnya.
          Film-film tentang cyborg dan manusia menciptakan suatu ide kemanusiaan berdasarkan aksi atau tindakan dan emosi daripada karakteristik fisik (Lihat film Arificial Intelligence). Ide tentang cyborg tetap didasarkan terutama pada gambaran fisik. Tetapi ada perkecualian yang muncul dalam film AI ini. Tokoh “Joe” dan David digambarkan sebagai Cyborg yang memiliki fisik sempurna dan nyaris sama seperti manusia. Mungkin tidak pernah kita membayangkan mesin sebagai perpanjangan dari tubuh kita dan mempertimbangkan hubungan kita dengan mesin lebih penting daripada perbedaan antara kita dengan mereka. Kita melihat hubungan antara manusia dan mesin (Cyborg) sebagai suatu integrasi. Dalam beberapa film kita melihat mesin yang digabungkan dengan tubuh (David, Robo-COP, Terminator) atau bahkan menanamkan mesin dalam tubuh (Johnny mnemonic) dan film lainnya memilih untuk menciptakan tubuh buatan dan memberikan nama yang menarik yakni Robot (IRobot, Transformer) (http://www.cyberartsweb.org/cpace/cyborg/ film/schwartz.html)

B.    Aspek Kultural
Film ini adalah film yang diproduksi di Amerika, yang sangat kental dengan nuansa western. Dalam film-film Western kita melihat ada “jagoannya”. Tetapi jagoan dalam Film ini berupa cyborg kecil yang canggih bernama David. Kulturwestern kental dengan futuristic. Kita mengenal film-film yang berbicara tentang cyborg sudah sejak tahun 1920-an. Contohnya The Phantom Empire Tahun 1920dan juga Robot perempuan mulai muncul pada Metropolis di tahun 1921 .Tahun-tahun awal televisi di Indonesia mulai muncul, yakni sekitar tahun 1960-an akhir dan awal 1970-an kita melihat ada film-film seperti star trek danjuga ditahun 1980-an awal ada film seperti six million dollar man dan bionic woman. Film-film televisi pada masa itu walaupun televisinya secara teknologi masih hitam putih, tetapi film yang diproduksi sudah sangat futuristik. Ini menggambarkan pemikiran orang-orang di dunia barat yang cenderung futuristik, sehingga lahirlah film-film science technology sampai sekarang ini, dan menguasai pasar dunia. Tentunya bagian juga dari power kapitalisme yang menguasai dunia lewat perfilman.
AI adalah film yang kaya akan unsur-unsur Posmodern Argumen-argumen postmodernis jelas-jelas memperhatikan masalah visual, dan film-film yang paling jelas untuk mencari tanda-tanda posmodernisme yang memberi tekanan pada gaya, tontonan, efek dan citraan khusus, dengan mengorbankan isi, karakter, substansi, narasi, dan kritik sosial. (Dominic Strinati, 2000:263) Contoh-contoh film semacam ini selain AI adalah Dick Tracey (1990), Back to the future (1985, 1989 dan 1990). Jika diamati, film semacam ini memang sengaja menghindari realisme dan menjual diri atas kualitas permukaannya bisa jadi mengaburkan sebagian hal lain yang terjadi di dalam film masa kini.Dalam film Artificial Intelligence ini, Karya dari sang maestro Stephen Spielberg menceritakan tentang dunia dimasa depan (futuristic). Film ini menggambarkan manusia-manusia yang hidup bersama dengan para robot yang canggih. Ciri khas film futuristic Stephen Spielberg menekankan pada tontonan dan aksi melaluienggunaan teknik-teknik yang canggih dan rangkaian usaha yang tak berbelas kasihan, dan bukannya kompleksitas maupun nuansa jalinan alur dan pengembangan karakter. Kadang-kadang dikatakan bahwa tuntutan naratif realisme klasik semakin diabaikan oleh film postmodern (Dominic Strinati, 2000 : 263) Dalam film ini terlihat Robot-robot, yang ditugaskan untuk melayani manusia, membantu meringankan pekerjaan manusia. Dalam film ini tidak ada robot-robot cybernetic seperti di RoboCOP atau Terminator, dll. Yang memiliki badan kekar, besar, otot kuat seperti baja, yang ada adalah robot-robot yang “manis” yang didisain dengan canggih dan hampir mirip dengan manusia. Yang tampak adalah apa yang dikatakan oleh Dominic Struati sebagai “manusia bukan manusia”. Artinya bukan robot mekanis, melainkan “replikan”, simulasi manusia yang nyaris sempurna. Mengapa tertarik menganalisa film ini? Karena saya melihat ada yang menarik dalam film ini yakni muncul ambigu. Di satu sisi, film ini kaya akan unsur-unsur posmodernisme. Tetapi saya melihat juga bagaimana film ini sebagai penggambaran (representasi) sesungguhnya atas realitas social yang terjadi. Dimana manusia tidak dapat menerima keterbatasannya, kemanusiaannya, Karena ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan semestinya oleh manusia. Manusia memiliki perasaan-perasaan yang membuat ia makin kompleks menghadapi persoalannya. Sebaliknya Robot tidak. Robot sangat efisien dan karena ia mesin, maka ia memiliki kekuatan (power) yang besar, yang tidak dimiliki oleh manusia biasa. Manusia menginginkan Robot ada didunia ini, karena manusia ingin memegang kendali (power). Ada keinginan untuk menguasai sesamanya. Dan jika hal itu dilakukan pada sesama manusia lain, maka tentu saja yang akan terjadi adalah bentrokan kepentingan dan juga permusuhan, konflik, dll. Tetapi jika yang  ikendalikan adalah robot, maka tentu saja hal ini menjadi berbeda. Robot dikendalikan oleh manusia dan manusia yang memegang “remote control atau chipnya”. Robot tidak bisa menjadi manusia, ia mempunyai memori, tetapi ia bukan manusia. Secarafisik mungkin bisa mirip sekali, tetapi dan psikis dan biologis ia berbeda (lihat sewaktu David mencoba memakan bayam dan ia ternyata “meleleh” oleh Dokternya, ia dikatakan: “nak, kamu membunuh dirimu sendiri… bayam untuk popeye atau untuk manusia biasa, sedangkan kamu bukan….). Dilihat bagaimana gigihnya upaya David untuk menemukan kembali kasih sayang “ibunya” bahkan ia “rela” menunggu hingga ratusan tahun ketika es mencair dan yang ada dibumi hanya lah alien, David tetap setia menunggu “ibunya”. Ini bukti bahwa robot memiliki kesetiaan, setia pada “tuannya” atau manusia yang ia anggap sebagai “tuannya”.Tetapi sebaliknya Robot juga bisa balik menyerang manusia jika “ia” merasa manusia mengancam diri manusia sendiri dan melakukan tindakan yang membahayakan manusia, maka tugas robot adalah menyelamatkan manusia tersebut, sesuai dengan order atau perintah yang mereka terima. Robot tidak bisa berkompromi dan fleksibel seperti manusia. (lihat film I-Robot). Manusia memiliki naluri, robot tidak, manusia memiliki keterbatasan, Robot juga, tetapi dengan cepat dapat dipulihkan. Ini contoh film-film Postmodern) Selain itu saya melihat bahwa Robotbisa hidup dalam dunia masa kini, masa lalu bahkan masa depan. Ia memiliki kemampuan seperti itu, yang tidak bisa dipunyai oleh manusia. Manusia hanya bisa hidup hari ini dan masa lalu menjadi bayangan, ketika ia mau melangkah maju, maka masa lalu harus ia tinggalkan, jika tidak maka perasaan manusia itu sendiri akan hancur. Beda dengan robot yang tetap memiliki perasaan masa lalu yang kuat (Perasaan cinta pada “Ibu”nya Tokoh David dalam AI).

C.    Aspek Teknologi
       Aspek teknologi saat ini memungkinkan kita untuk menciptakan robot-robot yang dapat dipelajari melalui perspektif psikologi dan sosial sebagai kesatuan fungsi tindakan. Tujuannya untuk meniru otak yang sangat rumit sehingga robot-robot tersebut bisa menjadi benar-benar pintar. Robot takkan pernah menjadi sama seperti manusia, dikarenakan fakta sederhana bahwa manusia memiliki proses berpikir yang acak dan sering membuat kesalahan. Mesin tak bisa dipaksa untuk berpikir dengan pola yang sama seperti manusia. Demikian juga bahwa cara manusia berpikir dikendalikan oleh perasan mereka. Dan tentunya hal ini tidak dapat dilakukan oleh robot. Cyborg saat ini eksis. Di Amerika 10% dari populasinya saat ini diperkirakan adalah “cyborg” dalam arti teknis. Yaitu orang-orang yang menggunakan elektronik pacemaker, tulang sendi tiruan, sistim implantasi obat, impan lensa kornea, kulit tiruan. Persentase yang lebih tinggi berpartisipasi dalam pekerjaan-pekerjaan yang mengubah mereka menjadi “cyborg metaphoric”. Termasuk “keyboarder” computer ang disambung sirkuit sybernetic dengan monitor, dokter syaraf yang dituntun oleh microskop optic fiber dalam suatu operasi dan pemain game remaja dalam tokoh tokoh video game lainnya. Scott Bukatman menamainya “terminal identitas” atau “artikulasi ganda yang tak dapat diragukan”. Yang mengindikasikan akhir dari konsep tradisional tentangidentitas. Bahkan menunjuk pada lompatan sibernetik yang menghasilkan subjektivitas baru. (Katherine Hayles, "The Life of Cyborgs: Writing the Posthuman."Cyborg Handbook, 322)
         Penggabungan antara konstruktor dan yang dikonstruksikan dalam hal inimenunjuk pada system tubuh yang sekarat dan sirkuit yang hidup, dan sel-sel yang hidup dan tiruan, telah disebut dalam banyak arti: system bionic, mesin-mesin yang vital, cyborg. Mereka adalah tokoh utama akhir abad ke-20, tetapi cerita mengenaicyborg bukan hanya dongeng yang diceritakan di televisi. Dalam masyarakat, banyak terdapat cyborg diantara kita. Siapapun dengan organ tiruan, anggota tubuh atau tambahan (seperti “pacemaker”), siapapun yang diprogram ulang supaya tahan terhadap penyakit (imunisasi) atau obat yang digunakan untuk berpikir/berperilaku/merasa lebih baik (psychopharmacology) secara teknis adalah seorang cyborg.Bukan hanya seperti yang digambarkan dalam film-film seperti AI, RoboCOP,Terminator tetapi bisa jadi orang-orang yang dekat dengan kita yang beradadisekitar kita yang menggunakan alat-alat tiruan, sibernetik, dll. (Chris Hables Gray, Steven Mentor, and Jennifer Figueroa-Sarriera,"Cyborgology: Constructing the Knowledge of Cybernetic Organisms."Cyborg Handbook, 322 dalam http://www.cyberartsweb.org/cpace/cyborg/haraway/definition.html


Kesimpulan
Dalam film ini, saya melihat apa yang dikatakan oleh Baudrillard dan DonaHaraway terlihat dalam film ini. Bukan karena realitas dalam film yang kita tonton adalah nyata, tetapi lebih pada hubungan kita dengan bentuk media tersebut (film).Dengan kata lain teori dari Haraway dan Baudrillard dalam teks visual (visual text) adalah realisasi dari teori itu (dalam dunia nyata).Dimana dalam dunia nyata sebanyak visual teks tersebut sebagai visual teksdalam dunia nyata. (http://www.cyberartsweb.org/cpace/cyborg/film/rosenthal.html) Budrillard menyebutkan power atau kekuasaan sebagai produk dari konsumsi massa yakni permintaan dan penyediaan (supply dan demand). Masyarakat modern memperlakukan power atau kekuasaan ini sebagai produk. Merujuk padaBaudrillard, power menjadi materi dari simulasi. Dalam film ini dilihat bagimana teks diproduksi secara visual dan memilikipower atau kekuasaan untuk membawa orang yang menonton pada hal-hal yang futuristic, dimana dunia yang direpresentasikan sebagai urban dystopian techno.




Sumber Jurnal :
S. Luhukay, Marsefio.(2008) "Analisis Film Artificial Intelligence (AI) Pada Aspek Sosial, Kultural, dan Teknologi"Jurnal Ilmiah ScripturaVol.2 No.2.Juli 2008. 124-134

Lampiran Jurnal ASLI

0 komentar:

Posting Komentar