Rabu, 07 Mei 2014
On 05.31 by Iyan Sofi Ansori in Tugas Soft Skill Mata Kuliah Hukum Perburuhan No comments
MALANGNYA
NASIB ORANGUTAN
Orangutan
merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di Asia, sedangkan tiga
kerabatnya, yaitu ; gorila, simpanse dan bonobo hidup di Afrika.
Kurang 20.000 tahun yang lalu orangutan dapat dijumpai di seluruh
Asia Tenggara dari pulau jawa di ujung selatan hingga ujung utara
Pegunungan Himalaya dan Cina bagian selatan. Akan tetapi, saat ini
jenis kera besar itu hanya ditemukan di sumatera dan Kalimantan
(Borneo), 90% berada di Indonesia . Orangutan adalah ikon satwa asli
Indonesia yang harus dilindungi bahkan terkenal hingga mancanegara,
namun belakang ini populasinya terancam punah karena pambantaian
oleh manusia yang tidak bertanggung jawab.
Timbul pertanyaan, “Apakah
keberadaan Orangutan sudah sedemikian mengganggu manusia atau justru
manusia yang mengusik keberadaan dan kehidupan Orangutan?”
Berdasarkan data Dr Yaya Rayadin,
peneliti dari Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas
Mulawarman yang disampaikan dalam tayangan bahwa habitat orangutan
di kalimantan terus berkurang, tempat hidup hidup orangutan yaitu di
tempat ketinggian di bawah 900m2 banyak yang beralih fungsi menjadi
hutan industri atau perkebunan dan sekarang di dominasi perkebunan
kelapa sawit. Habitat berkurang, berkonflik pula dengan manusia
dalam memperebutkan lahan. Tentu membuat populasi orangutan
terancam. “Mereka sudah tidak ada pilihan, tidak ada pakan
sehingga yang dijadikan oleh orangutan adalah apa yang ada.
Kebetulan sawit adalah pakan, awalnya dia tidak kenal karena sawit
tidak ada disini, dia(orangutan) hanya mencoba -coba eh ternyata
sawit enak. Dari hasil coba itu dia share dengan teman-temannya
juga., akhirnya menjadi makanan karena makanan utamanya gak ada”
tutur Dr Yaya Rayidin.
Mengapa perlindungan dan pelestariaan
Orangutan hanya sebagai slogan semata. Dimana Undang-Undang No.5/
1990 : Konsevasi SDA serta ekosistemnya yang berbunyi “Orang
yang memelihara, melukai, membunuh orangutan dikenai sanksi denda Rp
100juta atau pidana 5 Tahun” nyata-nyata dilindungi pemerintah
namun faktanya satwa dilindungi tak membuat orangutan dilindungi.
Bicara mengenai untung secara ekonomis, tentu sulit untuk membuahkan
titik temu antara keberadaan perkebunan kelapa sawit dan orangutan
rasanya tidak adil jika perkebunan kelapa sawit bertambah luas
sementara orangutan dibunuh tanpa penegakan hukum yang jelas.
Lokakarya Pengkajian Status Populasi
dan Habitat (Population and Habitat Viability Analysis/ PHVA)
yang diselenggrakan pada Januari 2004 lalu memberikan gambaran
terkini tentang sebaran dan status populasi orangutan di Sumatera
dan Kalimantan. Perkiraan ukuran populasi orangutan Sumatera dan
Kalimantan dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah populasi orangutan
Sumatera jauh berada di bawah kerabatnya di Kalimantan. Lokakarya
tersebut juga menampilkan ukuran populasi Orangutan Kalimantan yang
lebih besar dibandingkan dengan berbagai laporan sebelumnya. Hal
Itu hendaknya tidak dipandang sebagai keberhasilan upaya konservasi,
tetapi lebih karena perbaikan metode survei yang didukung oleh
teknologi penginderaan jauh (remote sensing) yang lebih canggih.
Tabel 1. Perkiraan Populasi Orangutan
- LokasiPerkiraan JumlahSumatera6667Kalimantan Timur4825Kalimantan Tengah31300Kalimantan Barat & Serawak7425Sabah11017Total Populasi Liar61234
Sumber
: (revisi PHVA 2004, Wich, dkk draft)
Grafik 1. Perkiraan
Populasi Orangutan (Dalam Bentuk Pie)
Para Peneliti yang melaporkan hasil
survsei mereka di lokakarya PHVA 2004 sepakat bahwa kerusakan dan
fragmentasi hutan tropis dataran rendah merupakan penyebab utama
penyusutan populasi orangutan yang sangat drastis di berbagai daerah
di Sumatera dan Kalimantan. Fragmentasi hutan telah membagi populasi
orangutan di Sumatera ke dalam sebelas kantong populasi dengan ukuran
yang berbeda-beda. Di antara kesebelas blok habitat ituu hanya tiga
blok dilaporkan mempunyai populasi lebih dari 500 individu, yang
merupakan ukuran minimum untuk menjamin keberlanjutan populasi
orangutan. Para peneliti berpendapat bahwa hanya ada ukuran populasi
seperti itu orangutan mempunyai kekayaan genetik uang cukup untuk
membantu menghadapi berbagai tantangan perubahan linkungan.
Sebaliknya, populasi yang berukuran kurang dari 500 individu akan
menjadi sangat rentan tehadap berbagai risiko kepunahan, jika tidak
dibantu dengan upaya perlindungan dan pengelolaan populasi.
Para
peneliti menemukan, proses menjadi liar pun akan menjadi sulit dan
berjalan sangat lambat. Pada orangutan yang sudah terbiasa hidup
dengan nyaman saat dipelihara oleh manusia, bakal lebih sukar lagi
prosesnya. Kemampuan anak-anak orangutan dalam beradaptasi di hutan
yang sangat bervariasi akhirnya disebut peneliti dengan istilah
daerah “abu-abu”. Oleh karena itulah, berbagai “pelatihan”
untuk menjadi binatang liar merupakan hal yang sangat penting dalam
program rehabilitasi anak-anak orangutan. Pelatihan itu mencakup
pengenalan jenis-jenis pohon pakan, cara membuat sarang, gaya hidup
yang sebagian besar dilakukan di atas pohon, interaksi dengan
orangutan lain, serta sikap-sikap yang harus diambil saat mereka
menghadapi pemangsa.
Penelitipun sampai pada kesimpulan, bahwa pengenalan dedaunan dan ranting untuk membuat sarang serta hal-hal alami yang nantinya akan ditemukan di hutan lebih berguna daripada benda-benda buatan yang berbau manusia seperti selimut, mainan anak kecil, bahkan boneka, yang selama ini lebih sering diperkenalkan kepada anak-anak orangutan.
Penelitipun sampai pada kesimpulan, bahwa pengenalan dedaunan dan ranting untuk membuat sarang serta hal-hal alami yang nantinya akan ditemukan di hutan lebih berguna daripada benda-benda buatan yang berbau manusia seperti selimut, mainan anak kecil, bahkan boneka, yang selama ini lebih sering diperkenalkan kepada anak-anak orangutan.
Sesungguhnya,
bukan sekadar sulitnya mengembalikan sifat liar yang membuat
memelihara anak orangutan menjadi tidak bijaksana. Berbagai
penelitian mengisyaratkan bahwa satu ekor anak orangutan yang dijual
di pasar gelap bermakna adanya satu ekor induk yang harus dibunuh.
Pasalnya, di alam, anak orangutan akan melekat pada induknya hingga
mencapai usia lima tahun. Selama dua tahun setelah itu, si anak pun
tidak pernah berani bermain jauh-jauh dari sisi sang induk. Karena
sepanjang hidupnya seekor orangutan betina dapat melahirkan dua
hingga tiga ekor bayi, kematian seekor induk juga bermakna punahnya
peluang kehadiran dua hingga tiga orangutan baru. Dalam laporannya di
tahun 2002, Mark Leighton dari Harvard University menyatakan,
kematian satu persen orangutan betina di alam per tahun cukup untuk
membuat populasi melorot.
Dua tahun silam, Departemen Kehutanan menerbitkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia. Dalam publikasi itu, terinci berbagai rencana kegiatan yang melibatkan berbagai pihak. Mulai dari masyarakat, para pemegang hak pengusaha hutan, pertambangan, hingga Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Disebutkan pula bahwa kegiatan rehabilitasi dan reintroduksi orangutan ditargetkan selesai pada tahun 2015.
Dua tahun silam, Departemen Kehutanan menerbitkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia. Dalam publikasi itu, terinci berbagai rencana kegiatan yang melibatkan berbagai pihak. Mulai dari masyarakat, para pemegang hak pengusaha hutan, pertambangan, hingga Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Disebutkan pula bahwa kegiatan rehabilitasi dan reintroduksi orangutan ditargetkan selesai pada tahun 2015.
Sayang,
menurut Suci, hingga kini survei menunjukkan, bahwa hutan-hutan yang
tersedia untuk pelepasliaran biasanya tidak layak bagi habitat
orangutan. Hal ini diakibatkan oleh pohon pakan yang tidak cukup,
ketinggian lahan yang tidak ideal bagi kehidupan orangutan yang
seharusnya ada di dataran rendah, hingga hadirnya pemburu-pemburu
sarang walet di dalam hutan tersebut. Pemburu dan pembalak jelas
merupakan ancaman bagi orangutan yang hendak dilepasliarkan.
Citrakasih Nente, seorang dokter hewan yang turut terlibat dalam
program rehabilitasi orangutan di Kalimantan hingga paruh awal 2009
mengenang, sejak 2002—tahun terakhir pelepasliaran orangutan di
hutan Gunung Meratus—dia berkali-kali merawat orangutan yang
merupakan hasil pelepasliaran.
Pasalnya, kera-kera itu dibawa ke kantornya di pusat rehabilitasi dengan luka tembak dan luka bacok. Itu terus berlangsung hingga 2006, saat pembalakan liar marak di Meratus. Tahun-tahun berikutnya keadaan semakin membaik. “Setelah itu, sudah jarang orangutan yang datang dengan luka seperti itu,” jelas Citra.
Berbagai persoalan, perdagangan liar dan pemeliharaan ilegal, pembalakan liar, perburuan, dan perubahan lingkungan memang membuat masa depan orangutan tidaklah terlihat indah. “Mungkin ada orang yang berpikir, untuk apa kita memikirkan orangutan. Tapi kami ingin, orangutan itu memiliki kesempatan yang sama dengan orangutan yang kita lihat di alam liar. Kami ingin orangutan eks rehabilitasi punya kehidupan yang alami,” ujar Suci. “Namun ingat, rehabilitasi bukanlah solusi,” lanjutnya penuh penekanan. Seperti halnya Barita, ia mengatakan bahwa hal yang paling penting adalah menjaga apa yang sudah ada di alam. “Seperti Taman Nasional Gunung Leuser di Sumatra. Populasi orangutan yang ada di sana sudah sangat bagus. Yang sekarang perlu diperhatikan adalah bagaimana caranya agar luasan taman nasional itu tetap terus terjaga,“Tutur Suci.Mengambil anak orangutan dari induk mereka bisa jadi terlihat “mudah”. Namun, usaha pelepasliaran kembali ke alam membutuhkan usaha yang amat keras. Itulah usaha agar orangutan tidak sekadar dikenal di kebun binatang atau bahkan dalam ensiklopedia.
Referensi :
http://nationalgeographic.co.id/feature/117/nasib-orangutan
http://news.okezone.com//play/19601/investigasi-pembantaian-orangutan-2
http://news.okezone.com//play/19601/investigasi-pembantaian-orangutan-1
http://www.dephut.go.id/files/Orangutan%20Action%20Plan%202007-2017_0.pdf
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Search
Berita UG SS
Popular Posts
-
Pengertian Embedded System Embedded System atau sistem tertanam merupakan sistem komputer khusus yang dirancang untuk menjalankan tugas...
-
PROPOSAL BISNIS CUPCAKE (Diajukan sebagai tugas mata kuliah manajemen proyek dan manajemen resiko ) ...
0 komentar:
Posting Komentar